Di Pinggir Telaga (I)

”Hujan selalu turun tak terduga sayang,
sia-sia kau kutuki kuyupnya.”

Lalu kau sodorkan seplastik kue jelly warnawarni,
secangkir kopi, dan secarik mimpi

Kita duduk di sini, memandangi kanak-kanak berlompatan
Menyusun tiang-tiang ayunan dan melukiskan panorama senja

Aku bertanya ”Bagaimana cara melepas cincin perakmu di jariku
sedang pertemuan ini telah menjadi taman bagi sepasang kekasih
yang membutuhkan perlambangan daun-daun bambu?”

Kau menjawab ”Bukankah kita tak pernah tahu sungai mana
yang tak mengalirkan cinta dan airmata, dan puisi mana yang
menjawab keherananmu pada manusia?”

Lalu kau memintaku tak terdiam saja

”Ah, hari sudah malam, kita pulang
untuk mencatat kemustahilan baru yang luruh bersama air hujan.”


(2006)